Powered By Blogger

Friday 4 November 2016

Model - Model Supervisi dan Perkembangan Supervisi dari Zaman Ke Zaman



BAB I
PENDAHULUAN
A.     LATAR BELAKANG
Sebagaimana yang kita ketahui maju mundurnya suatu lembaga atao organisasi ditentukan oleh suatu pengawasan atau yang kita kenal dengan supervisi. Supervisi memiliki kedudukan sentral dalam upaya pembinaan dan pengembangan kegiatan kerja sama dalam suatu organisasi, dewasa ini telah dipelajari secara Ilmiah. Lembaga pendidikan sebagai salah satu bentuk organisasi tentunya tidak dapat melepaskan diri dari kegiatan supervise. Di lingkungan lembaga pendidikan tersebut terlibat sejumlah manusia yang harue bekerja sama dalam mencapai suatu tujuan. Usaha penilaian, pembinaan, pengembangan, dan pengendalian lembaga pendidikan tersebut tentunya tidak dapat dilepaskan dari masalah metode dan alat serta masalah manusianya sendiri yang harus mampu mewujudkan kerja secara efektif. Oleh karena itu, didalam usaha penilaian,pembinaan,pengembangan,dan pengendalian lembaga pendidikan tersebut sangat diperlukan penerapan supervisi pendidikan.
B.     RUMUSAN MASALAH
1.      Bagaimana Perkembangan Supevisi?
2.      Apa saja model-model supervisi?
    
 





BAB II
PEMBAHASAN
A.     PENGEMBANGAN SUPERVISI PENDIDIKAN
1.      Pengertian Supervisi Pendidikan
Secara terminologi umum, istilah supervise berarti mengamati, mengawasi,atau membimbing dan menstimulir kegiatan-kegiatan yang dilakukan oleh orang lain dengan maksud untuk mengadakan perbaikan.  Konsep supervise didasarkan atas keyakinan bahwa perbaikan merupakan suatu usaha yang kooperatif dari semua orang yang berpartisipasi dan supervisor sebagai pemimpin, yang juga bertindak sebagai stimulator, pembimbing,dan konsultan bagi para bawahannya dalam rangka upaya perbaikan mutu pendidikan.
Supervisi pendidikan merupakan suatu usaha mengkoordinasi dan membimbing secara kontinu pertumbuhan guru-guru disekolah baik secara individu maupun kelompok. Hakekatnya segenap bantuan yang ditujukan pada perbaikan-perbaikan dan pembinaan aspek pengajaran.
2.      Fungsi Supervisi
 Ada tiga fungsi supervise pendidikan yaitu:
  1. Sebagai suatu kegiatan untuk meningkatkan mutu pendidikan.
  2. Sebagai pemicu atau penggerak terjadinya perubahan pada unsure-unsur yang terkait dengan pendidikan.
  3. Sebagai kegiatan memimpin dan membimbing.
Dengan demikian, supervise pendidikan merupakan suatu ke niscayaan untuk diterapkan bagi sebuah lembaga pendidikan (sekolah) sebagai wujud pencerahan dan perbaikan secara terus menerus di dalam mendukung suksesnya program lembaga pendidikan (sekolah) tersebut.



3.      Peranan Supervisi Pendidikan
Supervisi berfungsi membantu (asosting) memberi support (supporting) dan mengajak mengikutsertakan (sharing ). Ddi lihat dari fungsinya,tampak dengan jelas peranan supervise itu. Peranan itu tampak dalam kinerja supervisor yang melaksanakn pendapat para ahli. Seorang supervisor dapat berperan sebagai Koordinator, Konsultan, Pemimpin kelompok, dan Evaluator.
a)      Sebagai coordinator ia dapat mengkoordinir program belajar mengajar,tugas-tugas anggota staf berbagai kegiatan yang berbeda-beda diantara guru-guru. Contoh konkrit mengkoordinasikan tugas mengajar atau mata pelajaran yang dibina oleh berbagai guru.
b)      Sebagai konsultan ia dapat memberi bantuan,bersama mengkonsultasikan masalah yang dialami guru baik secara individual maupun secara kelompok.
c)      sebagai pemimpin kelompok ia dapat memimpin sejumlah staf guru dalam mengembangkan potensi kelompok, pada saatmengembangklan kurikulum,materi pelajaran dan kebutuhan profesiona guru-guru secara bersama. Sebagai pemimpin kelompok ia dapat mengembangkan keterampilan dan kiat-kiat dalam bekerja untuk kelompok (working for the group), bekerja dengan kelompok dan bekerja melalui kelompok(working through the group).
d)     Sebagai evaluator ia dapat membantu guru-guru dalam menilai hasil dan proses belajar,dapat menilai kurikulum yang sedang dikembangkan,ia juga belajar menatap dirinya sendiri. Ia dibantu dalam merefleksikan dirinya sendiri,yaitu konsep dirinya (self concept),idea/cita-cita dirinya (self idea),realitas dirinya(self reality).Misalnya di akhir semester ia dapat mengadakan evaluasi diri sendiri dengan memperoleh umpan balik dari setiap peserta didik yang dapat dipakai sebagai bahan untuk memperbaiki dan meningkatkan dirinya.
4.       Perkembangan supervisi pendidikan
Menelusuri sejarah supervise pendidikan atau pembelajaran,walaupun serba singkat sebenarnya tidak mudah. Hal demikian dirasakan terutama karena catatan-catatan mengenai supervise pendidikan tidak selalu ada dan dilakukan,meskipun sesungguhnya supervivsi pendidikan itu sebenarnya telah ada sejak adanya pendidikan. Padahal,pendidikan itu sebenarnya  telah ada sejak adanya manusia.
Dalam system pendidikan tradisional, dimana seorang murid masih berguru secara perorangan kepada seorang guru,hampir dipastikan bahwa satu-satunya sumber ilmu pengetahuan yang ditimba oleh sang murid adalah sang guru, seolah-olah,sang guru telah maha tahu tentang apa saja yang diberikan kepada muridnya. Sementara itu,sang murid menerima saja secara keseluruhan terhadap apa yang diberikan oleh gurunya.
Meskipun demikan, tidak jarang pada suatu kesempatan sang guru tersebut terus mengembangkan ilmunya,baik secara mandiri maupun dengan cara mencari guru lain yang lebih tinggi ilmu pengetahuannya. Pengembangan ilmu pengetahuan yang telah ia miliki secara mandiri, sebenarnya menyiratkan adanya supervise, biarpun hal tersebut dilakukan oleh dirinya sendiri. Demikian juga ketika ia mencari guru lagi guna mempertajam dan memperluas ilmu pengetahuannya, sudah menyiratkan butuhnya supervisi yang bersangkutan dari orang yang lebih tinggi tangkat pengetahuannya.
Tidak jarang,dalam rangka pengembanagn ilmu pengetahuan yang dimiliki tersebut, sang guru mencari teman latih tanding dengan maksud saling menimba ilmu pengetahuan di antara mereka. Di sini terjadi saling asah,saling asuh,dan saling belajar. Meskipun hal demikian belum ada namanya,tetapi pada era sekarang hal demikian dikenal dengan proses supervise secara kolegial atau kesejawatan.
Supervisi pendidikan, yang dilakukan secara aktif oleh guru itu sendiri dengan cara mencari supervisor, berlaku dalam system pendidikan tradisional sebagaimana pada perguruan silat,pada perguruan ilmu-ilmu kesaktian,ilmu-ilmu kebatinan,bahkan juga banyak berlaku dalam system-sistem pendidikan tradisional pesantern. Dalam system pendidikan tradisional demikian, merkamenjadi guru senantisa mensupervisi diri mereka sendiri dengan mengembangkan ilmu pengetahuan lewat membaca dan berlatih (exersize,riyadah,dan lelaku), latih tanding secara kejawatan atau kologial atau mencari guru baru yang lebih luas dan dalam ilmunya bahkan tidak jarang juga mencari gurunya dahulu dengan maksud meneruskan dan memperdalam kembali ilmunya-ilmunya yang telah pernah di berikan.
Supervisi pembelajaran dalam system pendidikan tradisional ,nyatanya juga “ampuh” guna meningkatkan profesionalitas guru tersebut. Guru-guru yang senantiasa mensupervisi dirinya dan di supervise oleh gurunya secara terus menerus, terbukti mempunyai ilmu pengetahuan yang relative lebih luas dan dalam,mempunyai kesaktian yang lebih hebat dibandingkan mereka yang tidak terbina. Hal demikian telah mengisyaratkan kepada kita,betapa pentingnya supervise pndidikan atau pembelajaran,sesederhana apapun supervisinya.
Di zaman pertengahan, supervise pendidikan dilakukan oleh Negara dan agama. Negara turut mensupervisi terhadap para guru, dengan maksud agar pembelajaran yang dilakukan oleh guru sesuai dengan apa yang menjadi kehendak Negara. Oleh karena itu,siapa yang menjadi supervisor,bukanlah oleh guru yang dipandang lebih mampu, melainkan mereka yang ditunjuk oleh Negara sebagai supervisor.
Pada abad ke -17, di Eropa dan Amerika, terjadi tarik menarik mengenai otoritas sekolah antara kepala sekolah dengan supervisor yang berasal dari luar system sekolah. Dari tarik menarik mengenai otoritas tersebut, akhirnya sekolah juga menyetujui bahwa supervisor yang berasal dari sekolah tersebut tetap boleh masuk, tetapi dengan catatan otoritas sekolah masih tetap diakui. Dengan demikian kedudukan supervisor yang berasal dari luar sekolah tersebut,tetap berada dalam struktur sekolah di mana kepala sekolah sebagai pengendali utamanya.
Pada abad ke-18, supervise pendidikan menempatkan perkembangannya yang lebih baik lagi karena unsure propesionalitas sudah mulai masuk. Bertindak sebagai supervisor adalah suatu badan yng pengangkatannya didasarkan atas keahliannya dalam hal metodologi pembelajaran. Meskipun demikian, praktek supervise yang dilakukan oleh supervisor bukanlah memberikan bantuan kepada guru-gurusaja, melainkan lebih mengarah kepada inspeksi. Oleh karena itu,sejak saat ini istilah inspeksi dalam system persekolahan lebih luas dikenal.
Ternyata, system supervise demikian ini juga mengimbas ke sekolah-sekolah di Indonesia . Apa yang dilakukan noleh supervisos lebih banyak memberikan penilikan kepada guru-guru yang menjadi tanggung jwabnya. Mereka bertugas sebagai supervisor dikenak sebagai penilik sekolah. Sampai sekarang ,penilik sekolah ini masih ada dan praktik-praktik penilikan juga masih subur dilakukan di sekolah-sekolah meskipun telah berusaha didobrak dengan menggunakan system supervise yang lebih professional. Supervisi dengan cara memberikan kepenilikan atau inspeksi ini bahkan juga tercantum dalam kurikilum tahun 1968 pendidikan di Indonesia. Penerjemahan supervise dengan melihat dari atas (super=atas,visi=melihat).sebenarnya merupakan wujud supervise dengan cara mengispeksi.
Oleh karena itu supervise yang dilakukan adalah dengan cara menginspeksi, maka control atas pembelajaran lebih banyak dilakukan dibandingkan dengan mengambil langkah-langkah supervise. Sayangnya ,tidak jarang mereka yang memberikan kepenilikan dan kepengawasan,tidak selalu paham dengan pembelajaran yang dilakukan oleh guru. Oleh karena itu, tidak jarang sebagai kompensasi atas ketidakmengertian terhadap pembelajaran yang sedang berlangsung, kemudian banyak supervisor manakut-nakuti kepada guru.
Pada abad ke 19,supervisi pembelajaran sudah lebih professional lagu. Supervisi yang dilakukan oleh supervisor tidak lagi sekedar mengontrol dan memberikan kepenilikan di bidang pembelajaran, melainkan mengimbas juga ke bidang-bidang administrasf. Maka jenis supervisi  yang dilakukan tidak saja teraksentuasi pada pekerjaan-pekerjaan guru yang berkaitan dengan aspek akademik, melainkan berkaitan juga dengan aspek0aspek administrasf.
Jika kita melihat kurikulum 1975, pendidikan di Indonesia,supervise pembelajarn yang dikonseptualisasikan dalam kurikulum tersebut terkena imbas perkembangan supervise pembelajaran pada abad ke 19. Sungguh pun telah mengalami peningkatan setapak lebih Dikatakan mengalami peningkatan, karena supervise pembelajaran pada abad ke 19 lebih menonjolkan aspek kontrolnya ketimbang aspek supervisinya, sementara pada kurikulum 1975 telah  menonjolkan aspek supervisinya. Imbas supervise pembelajaran pada abad ke 18 atas supervise pembelajaran dalam kurikulum 1975, terutama terletak pada aspek substansifnya, aitu sama0sama tertuju ke aspek akademik dan administrative.
Pada kurikulum 1984 dan seterusnya, supervise pembelajaran lebih banah diaksentuasikan kepada  aspek-aspek akademik dan tidak banak lagi ke aspek administrative. Supervisi pembelajaran yang dahulunya lebih banyak menjadi tanggung jawab pengawas sekolah, kini lebih banak beralih menjadi tanggung jawab kepala sekolahatau pimpinan sekolah,karena kepala sekolah hamper setiap hari bertemu dengan guru-guru. Meskipun demikian, pengawas sekolah juga tetap memberikan supervise kepada guru-guru, baik secara langsung kepada guru maupun secara tidak langsung melalui kepala sekolah.
Saat diterapkannya kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP), pelaksanaan supervise juga ditekankan. Bahkan setelah KTSP diberlakukan, lahirlah Permendiknas RI Nimor 12 Tahun 2007 tentang Standar Kompetensi Pengawas Sekolah/Madrasah yang mengatur pelaksanaan supervise yang harus dilakukan oleh pengawas. Demikian juga lahirna Permendiknas Nomor 13 Tahun 2007 tentang Standar kepala sekolah/Madrasah, juga menegaskan kembali bahwa supervise akademik memang harus dilakukan oleh kepala sekolah.
                     
B.     MODEL-MODEL SUPERVISI PENDIDIKAN
            Memahami model-model supervisi memiliki banyak keuntungan tersendiri bagi siapapun yang berprofesi supervisor pendidikan. Dalam beberapa referensi supervisi pendidikan di kenal beberapa model supervisi yang dikembangkan dan yang selama ini telah diterapkan dalam dunia pendidikan atau di satuan pendidikan, yang menurut Sahertian (2008) adalah sebagai berikut:
Ø  Model Konvensional (Tradisional)
Model supervisi konvensional adalah model yang di terapkan pada wilayah yang tradisi dan kultur masyarakatnya otoriter dan feudal. Pada wilayah ini cenderung melahirkan penguasa yang otokrat  dan korektif. Seorang supervisor dipahami sebagai orang yang memiliki  power  untuk menetukan nasib guru. Karenanya  dalam perspektif  behavior, seorang yang menerapkan model ini selalu menampakkan perilaku atau saksi supervisi dalam bemtuk inspeksi untuk mencari kesalahan bahkan bisa sering kali memata-matai objek, yaitu guru. Perilaku memata-matai ini disebut dengan istilah snoopervision atau juga sering disebut sebagai supervisi korektif.
Memata-matai dan mencari kesalahan dalam konteks membimbing guru cenderung melahirkan implikasi negatif terhadap perilaku guru sendiri. Wajar jika kemudian para guru merasa tidak puas, takut, menjauh, tidak akrap, intipati, acuh tak acuh,benci,bahkan menantang (agresif), dan malas berjumpa dengan supervisor di sekolahnya, perasaan-perasaan guru yang demikian ini akan memunculkan image yang kurang baik bagi supervisor itu sendiri. Padahal kepala sekolah, guru, dan supervisor adalah partner dalam memajukan pendidikan.
Yang  diharapkan dari seorang supervisor seperti yang seharusnya di nyatakan oleh willes dalam ngalim purwanto (2007) yaitu seorang supervisor berurusan  dengan persiapan dengan kepemimpinan yang efektif. Untuk melaksanakan ini, ia harus memperbaiki dan mengembangkan perasaan sensitifitasnya terhadap persaan-perasaan orang lain (kepala sekolah, guru, staf sekolah dan para peserta didik), untuk memperluas ketetapannya tentang anggapan terhadap kelompok mengenai hal-hal yang penting agar selanjutnya dapat melaksanakan hubungan-hubungan kerja sama yang kooperatif, untuk  berusaha mencapai tujuan-tujuan yang lebih tinggi bagi dirinya sendiri, dan untuk lebih sering berhubungan dengan mereka di dalam kelompok yang bekerja dengannya.
Ø  Model Supervisi Artistik
Mengajar adalah suatu pengetahuan (knowledge). Mengajar merupakan suatu keterampilan (skill), tetapi juga suatu seni (art). Sejalan dengan tugas mengajar dan mendidik, supervisi juga pengajar dan pendidik yang kegiatannya memerlukan pengetahuan, keterampilan dan seni. Jadi, model supervisi yang dimaksudkan disini adalah ketika supervisor memerlukan kegiatan supervise di tuntut berpengetahuan, berketerampilan dan tidak kaku karena dalam kegiatan supervisi juga mengandung seni (art).
      Supervisor  dalam model supervisi artistic ini ingin menjadikan kepala sekolah, guru dan staf sekolah menjadi dirinya sendiri, di ajak bekerja sama, saling tukar dan kontribusi ide, pemikiran, memutuskan dan bagaimana seharusnya mengelola sekolah yang baik dan guru mengajar dengan baikuntuk bersama-sama berusaha meningkatkan mutu pendidikan.
      Pada praktiknya, model supervise ini mempunyai beberapa cirri khusus yang harus di perhatikan oleh supervisor sebagai berikut:
a.       Memerlukan perhatian khusus agar lebih banyak mendengarkan dari pada banyak bicara.
b.      Memerlukan tingkat perhatian yang cukup dan keahlian yang khusus untuk memahami apa yang di butuhkan oleh orang lain.
c.       Mengutamakan sumbangan yang unik dari guru-guru untuk mengembangkan pendidikan bagi generasi muda.
d.      Memerlukan kemampuan berbahasa tentang cara mengungkapkan apa yang dimilikinya terhadap orang lain.
e.       Memerlukan kemampuan untuk menafsirkan makna dari peristiwa yang di ungkapkan sehingga memperoleh pengalaman dan mengapresiasi dari apa yang di pelajarinya.

Ø  Model Supervisi yang Bersifat Ilmiah
      Supervisi sebagai sebuah model dalam sebuah supervisi pendidikan dapat di gunakan oleh supervisor untuk menjaring informasi atau data dan menilai kinerja kepala sekolah dan guru dengan cara menyebarkan angket.
      Dengan menggunakan merit rating, skala penilaian atau checklist  lalu para siswa atau mahasiswa menilai proses kegiatan belajar mengajar guru/dosen di kelas. Hasil penelitian di berikan kepada guru-guru sebagai balikan terhadap penampilan guru pada semester yang lalu. Data ini tidak berbicara kepada guru yang mengadakan perbaikan. Penggunaan alat perekam ini berhubungan erat dengan penelitian. Walaupun demikian, hasil perekam data secara ilmiah belum merupakan jaminan untuk melaksanakan supervisi yang lebih manusiawi.
Supervisi yang bersifat ilmiah memiliki ciri-ciri sebagai berikut:
a.        Di laksanakan secara berencana dan kontinu
b.        Sistematis dan menggunakan prosedur serta tekhnik tertentu.
c.        Menggunakan instrument yang di peroleh dari keadaan riil.
d.       Mneggunakan alat penilain berupa angket yang mudah di jawab.
e.        Angket di sebar kepada siswa dan atau guru sejawat.











BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
 Supervisi adalah suatu aktivitas pembinaan yang direncanakan untuk membantu para guru dan para pegawai sekolah dalam melakukan pekerjaan mereka secara Efektif. Dengan demikian hakekat Supervisi pendidikan adalah suatu proses bimbingan dari pihak kepala sekolah kepada guru-guru dan personalia sekolah yang langsung menangani belajar para siswa , untuk memperbaiki situasi belajar mengajar agar para siswa dapat belajar secara efektif dengan prestasi belajar yang semakin meningkat.
            Model supervisi pendidikan ada tiga yaitu
1.Model Konvensional (Tradisional)
2.Model Supervisi Artistik
3.Model Supervisi Yang Bersifat Ilmiah













DAFTAR PUSTAKA
Piet, A Sahertian, 2000, Konsep Dasar dan Teknik Supervisi. Jakarta:Rineka Cipta.
Piet, A Sahertian. 1990, Supervisi Pendidikan,.Jakarta:Rineka Cipta.
http://oghosputralombok. Blogspot.co.id.






                                         

No comments:

Post a Comment