BAB I
PENDAHULUAN
A.
LATAR
BELAKANG
Sebagaimana yang kita ketahui maju mundurnya suatu
lembaga atao organisasi ditentukan oleh suatu pengawasan atau yang kita kenal
dengan supervisi. Supervisi memiliki kedudukan sentral dalam upaya pembinaan
dan pengembangan kegiatan kerja sama dalam suatu organisasi, dewasa ini telah
dipelajari secara Ilmiah. Lembaga pendidikan sebagai salah satu bentuk
organisasi tentunya tidak dapat melepaskan diri dari kegiatan supervise. Di
lingkungan lembaga pendidikan tersebut terlibat sejumlah manusia yang harue
bekerja sama dalam mencapai suatu tujuan. Usaha penilaian, pembinaan,
pengembangan, dan pengendalian lembaga pendidikan tersebut tentunya tidak dapat
dilepaskan dari masalah metode dan alat serta masalah manusianya sendiri yang
harus mampu mewujudkan kerja secara efektif. Oleh karena itu, didalam usaha
penilaian,pembinaan,pengembangan,dan pengendalian lembaga pendidikan tersebut
sangat diperlukan penerapan supervisi pendidikan.
B.
RUMUSAN MASALAH
1. Bagaimana
Perkembangan Supevisi?
2. Apa
saja model-model supervisi?
BAB II
PEMBAHASAN
A.
PENGEMBANGAN SUPERVISI
PENDIDIKAN
1. Pengertian
Supervisi Pendidikan
Secara terminologi umum, istilah supervise berarti mengamati,
mengawasi,atau membimbing dan menstimulir kegiatan-kegiatan yang dilakukan oleh
orang lain dengan maksud untuk mengadakan perbaikan. Konsep supervise
didasarkan atas keyakinan bahwa perbaikan merupakan suatu usaha yang kooperatif
dari semua orang yang berpartisipasi dan supervisor sebagai pemimpin, yang juga
bertindak sebagai stimulator, pembimbing,dan konsultan bagi para bawahannya
dalam rangka upaya perbaikan mutu pendidikan.
Supervisi pendidikan merupakan suatu usaha
mengkoordinasi dan membimbing secara kontinu pertumbuhan guru-guru disekolah
baik secara individu maupun kelompok. Hakekatnya segenap bantuan yang ditujukan
pada perbaikan-perbaikan dan pembinaan aspek pengajaran.
2.
Fungsi Supervisi
Ada
tiga fungsi supervise pendidikan yaitu:
- Sebagai suatu kegiatan untuk meningkatkan mutu pendidikan.
- Sebagai pemicu atau penggerak terjadinya perubahan pada unsure-unsur yang terkait dengan pendidikan.
- Sebagai kegiatan memimpin dan membimbing.
Dengan demikian, supervise pendidikan merupakan
suatu ke niscayaan untuk diterapkan bagi sebuah lembaga pendidikan (sekolah)
sebagai wujud pencerahan dan perbaikan secara terus menerus di dalam mendukung
suksesnya program lembaga pendidikan (sekolah) tersebut.
3. Peranan Supervisi Pendidikan
Supervisi berfungsi membantu (asosting) memberi
support (supporting) dan mengajak mengikutsertakan (sharing ). Ddi lihat dari
fungsinya,tampak dengan jelas peranan supervise itu. Peranan itu tampak dalam
kinerja supervisor yang melaksanakn pendapat para ahli. Seorang supervisor
dapat berperan sebagai Koordinator, Konsultan, Pemimpin kelompok, dan Evaluator.
a) Sebagai
coordinator ia dapat mengkoordinir program belajar mengajar,tugas-tugas anggota
staf berbagai kegiatan yang berbeda-beda diantara guru-guru. Contoh konkrit mengkoordinasikan
tugas mengajar atau mata pelajaran yang dibina oleh berbagai guru.
b) Sebagai
konsultan ia dapat memberi bantuan,bersama mengkonsultasikan masalah yang
dialami guru baik secara individual maupun secara kelompok.
c) sebagai
pemimpin kelompok ia dapat memimpin sejumlah staf guru dalam mengembangkan
potensi kelompok, pada saatmengembangklan kurikulum,materi pelajaran dan
kebutuhan profesiona guru-guru secara bersama. Sebagai pemimpin kelompok ia
dapat mengembangkan keterampilan dan kiat-kiat dalam bekerja untuk kelompok
(working for the group), bekerja dengan kelompok dan bekerja melalui
kelompok(working through the group).
d) Sebagai
evaluator ia dapat membantu guru-guru dalam menilai hasil dan proses
belajar,dapat menilai kurikulum yang sedang dikembangkan,ia juga belajar
menatap dirinya sendiri. Ia dibantu dalam merefleksikan dirinya sendiri,yaitu
konsep dirinya (self concept),idea/cita-cita dirinya (self idea),realitas
dirinya(self reality).Misalnya di akhir semester ia dapat mengadakan evaluasi diri
sendiri dengan memperoleh umpan balik dari setiap peserta didik yang dapat
dipakai sebagai bahan untuk memperbaiki dan meningkatkan dirinya.
4.
Perkembangan supervisi pendidikan
Menelusuri sejarah supervise pendidikan atau
pembelajaran,walaupun serba singkat sebenarnya tidak mudah. Hal demikian
dirasakan terutama karena
catatan-catatan mengenai supervise pendidikan tidak selalu ada dan
dilakukan,meskipun sesungguhnya supervivsi pendidikan itu sebenarnya telah ada
sejak adanya pendidikan. Padahal,pendidikan itu sebenarnya telah ada
sejak adanya manusia.
Dalam system pendidikan tradisional, dimana seorang
murid masih berguru secara perorangan kepada seorang guru,hampir dipastikan bahwa
satu-satunya sumber ilmu pengetahuan yang ditimba oleh sang murid adalah sang
guru, seolah-olah,sang guru telah maha tahu tentang apa saja yang diberikan
kepada muridnya. Sementara itu,sang murid menerima saja secara keseluruhan
terhadap apa yang diberikan oleh gurunya.
Meskipun demikan, tidak jarang pada suatu kesempatan
sang guru tersebut terus mengembangkan ilmunya,baik secara mandiri maupun
dengan cara mencari guru lain yang lebih tinggi ilmu pengetahuannya.
Pengembangan ilmu pengetahuan yang telah ia miliki secara mandiri, sebenarnya
menyiratkan adanya supervise, biarpun hal tersebut dilakukan oleh dirinya
sendiri. Demikian juga ketika ia mencari guru lagi guna mempertajam dan
memperluas ilmu pengetahuannya, sudah menyiratkan butuhnya supervisi yang
bersangkutan dari orang yang lebih tinggi tangkat pengetahuannya.
Tidak jarang,dalam rangka pengembanagn ilmu
pengetahuan yang dimiliki tersebut, sang guru mencari teman latih tanding
dengan maksud saling menimba ilmu pengetahuan di antara mereka. Di sini terjadi
saling asah,saling asuh,dan saling belajar. Meskipun hal demikian belum ada
namanya,tetapi pada era sekarang hal demikian dikenal dengan proses supervise
secara kolegial atau kesejawatan.
Supervisi pendidikan, yang dilakukan secara aktif
oleh guru itu sendiri dengan cara mencari supervisor, berlaku dalam system
pendidikan tradisional sebagaimana pada perguruan silat,pada perguruan
ilmu-ilmu kesaktian,ilmu-ilmu kebatinan,bahkan juga banyak berlaku dalam
system-sistem pendidikan tradisional pesantern. Dalam system pendidikan
tradisional demikian, merkamenjadi guru senantisa mensupervisi diri mereka
sendiri dengan mengembangkan ilmu pengetahuan lewat membaca dan berlatih
(exersize,riyadah,dan lelaku), latih tanding secara kejawatan atau kologial
atau mencari guru baru yang lebih luas dan dalam ilmunya bahkan tidak jarang
juga mencari gurunya dahulu dengan maksud meneruskan dan memperdalam kembali
ilmunya-ilmunya yang telah pernah di berikan.
Supervisi pembelajaran dalam system pendidikan
tradisional ,nyatanya juga “ampuh” guna meningkatkan profesionalitas guru
tersebut. Guru-guru yang senantiasa mensupervisi dirinya dan di supervise oleh
gurunya secara terus menerus, terbukti mempunyai ilmu pengetahuan yang relative
lebih luas dan dalam,mempunyai kesaktian yang lebih hebat dibandingkan mereka
yang tidak terbina. Hal demikian telah mengisyaratkan kepada kita,betapa
pentingnya supervise pndidikan atau pembelajaran,sesederhana apapun
supervisinya.
Di zaman pertengahan, supervise pendidikan dilakukan
oleh Negara dan agama. Negara turut mensupervisi terhadap para guru, dengan
maksud agar pembelajaran yang dilakukan oleh guru sesuai dengan apa yang
menjadi kehendak Negara. Oleh karena itu,siapa yang menjadi supervisor,bukanlah
oleh guru yang dipandang lebih mampu, melainkan mereka yang ditunjuk oleh
Negara sebagai supervisor.
Pada abad ke -17, di Eropa dan Amerika, terjadi
tarik menarik mengenai otoritas sekolah antara kepala sekolah dengan supervisor
yang berasal dari luar system sekolah. Dari tarik menarik mengenai otoritas
tersebut, akhirnya sekolah juga menyetujui bahwa supervisor yang berasal dari
sekolah tersebut tetap boleh masuk, tetapi dengan catatan otoritas sekolah
masih tetap diakui. Dengan demikian kedudukan supervisor yang berasal dari luar
sekolah tersebut,tetap berada dalam struktur sekolah di mana kepala sekolah
sebagai pengendali utamanya.
Pada abad ke-18, supervise pendidikan menempatkan
perkembangannya yang lebih baik lagi karena unsure propesionalitas sudah mulai
masuk. Bertindak sebagai supervisor adalah suatu badan yng pengangkatannya
didasarkan atas keahliannya dalam hal metodologi pembelajaran. Meskipun
demikian, praktek supervise yang dilakukan oleh supervisor bukanlah memberikan
bantuan kepada guru-gurusaja, melainkan lebih mengarah kepada inspeksi. Oleh
karena itu,sejak saat ini istilah inspeksi dalam system persekolahan lebih luas
dikenal.
Ternyata, system supervise demikian ini juga
mengimbas ke sekolah-sekolah di Indonesia . Apa yang dilakukan noleh supervisos
lebih banyak memberikan penilikan kepada guru-guru yang menjadi tanggung
jwabnya. Mereka bertugas sebagai supervisor dikenak sebagai penilik sekolah.
Sampai sekarang ,penilik sekolah ini masih ada dan praktik-praktik penilikan
juga masih subur dilakukan di sekolah-sekolah meskipun telah berusaha didobrak
dengan menggunakan system supervise yang lebih professional. Supervisi dengan
cara memberikan kepenilikan atau inspeksi ini bahkan juga tercantum dalam
kurikilum tahun 1968 pendidikan di Indonesia. Penerjemahan supervise dengan
melihat dari atas (super=atas,visi=melihat).sebenarnya merupakan wujud
supervise dengan cara mengispeksi.
Oleh karena itu supervise yang dilakukan adalah
dengan cara menginspeksi, maka control atas pembelajaran lebih banyak dilakukan
dibandingkan dengan mengambil langkah-langkah supervise. Sayangnya ,tidak
jarang mereka yang memberikan kepenilikan dan kepengawasan,tidak selalu paham
dengan pembelajaran yang dilakukan oleh guru. Oleh karena itu, tidak jarang
sebagai kompensasi atas ketidakmengertian terhadap pembelajaran yang sedang
berlangsung, kemudian banyak supervisor manakut-nakuti kepada guru.
Pada abad ke 19,supervisi pembelajaran sudah lebih
professional lagu. Supervisi yang dilakukan oleh supervisor tidak lagi sekedar
mengontrol dan memberikan kepenilikan di bidang pembelajaran, melainkan
mengimbas juga ke bidang-bidang administrasf. Maka jenis supervisi yang
dilakukan tidak saja teraksentuasi pada pekerjaan-pekerjaan guru yang berkaitan
dengan aspek akademik, melainkan berkaitan juga dengan aspek0aspek
administrasf.
Jika kita melihat kurikulum 1975, pendidikan di Indonesia,supervise
pembelajarn yang dikonseptualisasikan dalam kurikulum tersebut terkena imbas
perkembangan supervise pembelajaran pada abad ke 19. Sungguh pun telah
mengalami peningkatan setapak lebih Dikatakan mengalami peningkatan, karena
supervise pembelajaran pada abad ke 19 lebih menonjolkan aspek kontrolnya
ketimbang aspek supervisinya, sementara pada kurikulum 1975 telah
menonjolkan aspek supervisinya. Imbas supervise pembelajaran pada abad ke
18 atas supervise pembelajaran dalam kurikulum 1975, terutama terletak pada
aspek substansifnya, aitu sama0sama tertuju ke aspek akademik dan
administrative.
Pada kurikulum 1984 dan seterusnya, supervise
pembelajaran lebih banah diaksentuasikan kepada aspek-aspek akademik dan
tidak banak lagi ke aspek administrative. Supervisi pembelajaran yang dahulunya
lebih banyak menjadi tanggung jawab pengawas sekolah, kini lebih banak beralih
menjadi tanggung jawab kepala sekolahatau pimpinan sekolah,karena kepala
sekolah hamper setiap hari bertemu dengan guru-guru. Meskipun demikian,
pengawas sekolah juga tetap memberikan supervise kepada guru-guru, baik secara
langsung kepada guru maupun secara tidak langsung melalui kepala sekolah.
Saat diterapkannya kurikulum Tingkat Satuan
Pendidikan (KTSP), pelaksanaan supervise juga ditekankan. Bahkan setelah KTSP
diberlakukan, lahirlah Permendiknas RI Nimor 12 Tahun 2007 tentang Standar
Kompetensi Pengawas Sekolah/Madrasah yang mengatur pelaksanaan supervise yang
harus dilakukan oleh pengawas. Demikian juga lahirna Permendiknas Nomor 13
Tahun 2007 tentang Standar kepala sekolah/Madrasah, juga menegaskan kembali
bahwa supervise akademik memang harus dilakukan oleh kepala sekolah.
B.
MODEL-MODEL
SUPERVISI PENDIDIKAN
Memahami
model-model supervisi memiliki banyak keuntungan tersendiri bagi siapapun yang
berprofesi supervisor pendidikan. Dalam beberapa referensi supervisi pendidikan
di kenal beberapa model supervisi yang dikembangkan dan yang selama ini telah
diterapkan dalam dunia pendidikan atau di satuan pendidikan, yang menurut
Sahertian (2008) adalah sebagai berikut:
Ø Model Konvensional (Tradisional)
Model supervisi konvensional adalah model yang di
terapkan pada wilayah yang tradisi dan kultur masyarakatnya otoriter dan
feudal. Pada wilayah ini cenderung melahirkan penguasa yang otokrat dan
korektif. Seorang supervisor dipahami
sebagai orang yang memiliki power untuk menetukan nasib
guru. Karenanya dalam perspektif behavior,
seorang yang menerapkan model ini selalu menampakkan perilaku atau saksi
supervisi dalam bemtuk inspeksi untuk mencari kesalahan bahkan bisa sering kali
memata-matai objek, yaitu guru. Perilaku memata-matai ini disebut dengan
istilah snoopervision atau juga sering disebut sebagai
supervisi korektif.
Memata-matai dan mencari kesalahan dalam konteks membimbing
guru cenderung melahirkan implikasi negatif terhadap perilaku guru sendiri.
Wajar jika kemudian para guru merasa tidak puas, takut, menjauh, tidak akrap,
intipati, acuh tak acuh,benci,bahkan menantang (agresif), dan
malas berjumpa dengan supervisor di sekolahnya, perasaan-perasaan guru yang
demikian ini akan memunculkan image yang kurang baik bagi
supervisor itu sendiri. Padahal kepala sekolah, guru, dan supervisor adalah
partner dalam memajukan pendidikan.
Yang diharapkan dari seorang supervisor seperti
yang seharusnya di nyatakan oleh willes dalam ngalim purwanto (2007) yaitu
seorang supervisor berurusan dengan persiapan dengan kepemimpinan yang
efektif. Untuk melaksanakan ini, ia harus memperbaiki dan mengembangkan
perasaan sensitifitasnya terhadap persaan-perasaan orang lain (kepala sekolah,
guru, staf sekolah dan para peserta didik), untuk memperluas ketetapannya
tentang anggapan terhadap kelompok mengenai hal-hal yang penting agar
selanjutnya dapat melaksanakan hubungan-hubungan kerja sama yang kooperatif,
untuk berusaha mencapai tujuan-tujuan yang lebih tinggi bagi dirinya
sendiri, dan untuk lebih sering berhubungan dengan mereka di dalam kelompok
yang bekerja dengannya.
Ø Model Supervisi Artistik
Mengajar adalah suatu pengetahuan (knowledge). Mengajar
merupakan suatu keterampilan (skill), tetapi juga suatu
seni (art). Sejalan dengan tugas mengajar dan mendidik,
supervisi juga pengajar dan pendidik yang kegiatannya memerlukan pengetahuan,
keterampilan dan seni. Jadi, model supervisi yang dimaksudkan disini adalah
ketika supervisor memerlukan kegiatan supervise di tuntut berpengetahuan,
berketerampilan dan tidak kaku karena dalam kegiatan supervisi juga mengandung
seni (art).
Supervisor dalam model supervisi artistic ini ingin menjadikan kepala
sekolah, guru dan staf sekolah menjadi dirinya sendiri, di ajak bekerja sama,
saling tukar dan kontribusi ide, pemikiran, memutuskan dan bagaimana seharusnya
mengelola sekolah yang baik dan guru mengajar dengan baikuntuk bersama-sama
berusaha meningkatkan mutu pendidikan.
Pada praktiknya, model supervise ini mempunyai beberapa cirri khusus yang harus
di perhatikan oleh supervisor sebagai berikut:
a. Memerlukan
perhatian khusus agar lebih banyak mendengarkan dari pada banyak bicara.
b. Memerlukan
tingkat perhatian yang cukup dan keahlian yang khusus untuk memahami apa yang
di butuhkan oleh orang lain.
c. Mengutamakan
sumbangan yang unik dari guru-guru untuk mengembangkan pendidikan bagi generasi
muda.
d. Memerlukan
kemampuan berbahasa tentang cara mengungkapkan apa yang dimilikinya terhadap
orang lain.
e.
Memerlukan kemampuan
untuk menafsirkan makna dari peristiwa yang di ungkapkan sehingga memperoleh
pengalaman dan mengapresiasi dari apa yang di pelajarinya.
Ø Model Supervisi yang Bersifat Ilmiah
Supervisi
sebagai sebuah model dalam sebuah supervisi pendidikan dapat di gunakan oleh
supervisor untuk menjaring informasi atau data dan menilai kinerja kepala
sekolah dan guru dengan cara menyebarkan angket.
Dengan
menggunakan merit rating, skala penilaian atau checklist lalu
para siswa atau mahasiswa menilai proses kegiatan belajar mengajar guru/dosen
di kelas. Hasil penelitian di berikan kepada guru-guru sebagai balikan terhadap
penampilan guru pada semester yang lalu. Data ini tidak berbicara kepada guru
yang mengadakan perbaikan. Penggunaan alat perekam ini berhubungan erat dengan
penelitian. Walaupun demikian, hasil perekam data secara ilmiah belum merupakan
jaminan untuk melaksanakan supervisi yang lebih manusiawi.
Supervisi
yang bersifat ilmiah memiliki ciri-ciri sebagai berikut:
a.
Di laksanakan secara
berencana dan kontinu
b.
Sistematis dan
menggunakan prosedur serta tekhnik tertentu.
c.
Menggunakan instrument
yang di peroleh dari keadaan riil.
d. Mneggunakan
alat penilain berupa angket yang mudah di jawab.
e.
Angket di sebar kepada
siswa dan atau guru sejawat.
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Supervisi
adalah suatu aktivitas pembinaan yang direncanakan untuk membantu para guru dan
para pegawai sekolah dalam melakukan pekerjaan mereka secara Efektif. Dengan
demikian hakekat Supervisi pendidikan adalah suatu proses bimbingan dari pihak
kepala sekolah kepada guru-guru dan personalia sekolah yang langsung menangani
belajar para siswa , untuk memperbaiki situasi belajar mengajar agar para siswa
dapat belajar secara efektif dengan prestasi belajar yang semakin meningkat.
Model supervisi pendidikan ada tiga
yaitu
1.Model
Konvensional (Tradisional)
2.Model
Supervisi Artistik
3.Model
Supervisi Yang Bersifat Ilmiah
DAFTAR PUSTAKA
Piet,
A Sahertian, 2000, Konsep Dasar dan
Teknik Supervisi. Jakarta:Rineka Cipta.
Piet,
A Sahertian. 1990, Supervisi Pendidikan,.Jakarta:Rineka
Cipta.
http://oghosputralombok. Blogspot.co.id.
No comments:
Post a Comment